Friday, 23 September 2016

CURAHAN HATI SEORANG AYAH



Selamat malam, pembaca setia blog sederhana ini, terima kasih sudah mampir, pada tulisan ini mungkin sedikit saya mencurahkan isi hati saya, dan mungkin terkesan lebay atau pembaca mungkin  berpikir saya terlalu pengecut atau apalah tanggapan anda mengenai diri saya ini, akan tetapi rasa gundah gulana didalam hati ini saya curahkan melalui tulisan, agar diharapkan kita dapat sharing . pengalaman dalam berkeluarga, wokeh langsung to the point cerita aja.

Cerita ini bermula sekitar pertengahan tahun 2010, dimana saya berkenalan dengan seorang gadis yang memikat hati saya pada pertemuan pertama, dan seperti gayung bersambut gadis itupun suka dengan saya, hari – hari dilewati begitu indah dalam masa pacaran sepasang kekasih yang dimadu cinta, kurang lebih 1,5 tahun kami pacaran  kami sepakat untuk menikah, dan hidup mandiri walaupun orang tua saya mengijinkan kami untuk tinggal bersama mereka, riak dan badai serta madunya pernikahan telah kami lalui dan rasakan selama 3 tahun dan akhirnya setelah sekian lama kami menunggu kehadiran seorang anak, tuhan pun mengijinkannya, kami dikaruniai seorang putra sebut saja namanya Emon dan kami pun memutuskan untuk tinggal bersama orang tua saya dikarenakan kami belum berpengalaman dalam merawat anak, selain itu kami berdua juga sibuk dalam mencari nafkah dan kami berdua tidaklah kekurangan dalam hal materi,  orang tua saya juga pensiunan pegawai negeri. Ternyata kebahagiaan saya itu tidak berlangsung lama, sikap istri saya berubah 180 derajat, istri saya sangat membenci kedua orang tua saya tanpa sebab walaupun orang tua saya menolong tanpa pamrih berhubung emon merupakan cucu pertama orang tua saya dan selain itu menurut adat di keluarga saya emon anak saya mempunyai pangkat tertinggi dan dihormati walaupun masih bayi, dan selain itu Emon merupakan pewaris dari keluarga saya. Sayangnya semua keagungan itu dimuntahkan oleh istri saya, dengan memukul dan memaki – maki ibu saya di rumahnya sendiri, hancur hati saya pada saat itu, kebahagiaan saya dalam sekejap hancur, pupus dan sirna karena kesalah pahaman dan keegoisan istri saya, akan tetapi saya mengalah di umur 7 bulannya anak saya emon kami bertiga pindah kerumah kakak dari istri saya, dengan harapan kakak istri saya dapat memberi pengertian kepada istri saya, kami pindah kesana walaupun rumah tersebut dalam kondisi tidak layak, akan tetapi rejeki anak itu ada, saya perbaiki rumah tersebut agar menjadi layak dengan harapan istri saya hatinya bisa melunak, tidak untuk pulang ke rumah orang tua saya lagi akan tetapi lupakanlah semua itu, membangun rumah tangga mandiri lagi seperti dulu, akan tetapi semua itu sia – sia belaka ternyata kakaknya yang selama ini saya kenal sangat baik kepada kami dan keluarga saya juga penuh dengan tipu muslihat, dimana istri saya dengan anak saya dibawa jauh meninggalkan saya ke desa kelahiran istri saya selama sebulan, segala daya dan upaya yang saya kerahkan untuk membawa pulang kembali istri dan anak saya tidak membuahkan hasil, akan tetapi saya dipermainkan oleh mereka, saya terus berdoa agar istri dan anak saya pulang ke saya lagi, akhirnya tuhan menjawabnya dengan mempertemukan saya kembali dirumah teman istri saya, dan teman istri saya lebih bijak untuk mendamaikan kami kembali, ternyata kerukunan kami kembali tidak berlangsung lama, istri saya membuat ulah dengan ketua RT tempat kami tinggal, istri saya bak tinggal diatas bara api akhirnya kamipun memutuskan untuk pindah selain menghindari pertengkaran dengan tetangga,  didaerah yang baru banyak tersedia penitipan bayi dan anak, walaupun rasanya lelah berpindah – pindah terus tetapi saya lakukan demi ketenangan dan kerukunan kami, dan sekali lagi bukannya dengan kepindahan tersebut kami mendapatkan ketenangan dan kerukunan tapi pertengkaran tiap hari, sampai pada suatu waktu kekecewaan saya yang mendalam, dimana istri saya memecahkan kaca mobil kantor yang saya pinjam untuk mengantarkan anak saya ke rumah sakit, akan tetapi rupanya ada niat jahat istri saya terhadap saya, hanya untuk mendapatkan kepuasan karena dia tau bagaimana menyakiti hati saya, akan tetapi niat saya bulat untuk membawa anak saya kerumah sakit, walaupun diperjalanan saya diludah dan dipukul apabila saya menyanggah perkataanya, saya tahan saja lagian saya ga bisa membela diri dikarenakan membawa kendaraan,  tetapi saya sebagai manusia yang normal atau siapapun itu pastilah tidak tahan tiap hari di teror tiap hari bertengkar, sampai teman –teman saya menganggap saya ini manusia idiot, tapi biarlah karena rasa sayang saya kepada mereka,  seminggu telah berlalu dari kejadian tersebut dan hari – hari masih diwarnai pertengkaran, sampai pada akhirnya dipicu oleh penghinaan orang tua saya dan permintaan cerai dengan melemparkan pisau kepada saya, hilanglah semua kesabaran saya dan saya putuskan untuk meninggalkannya demi keselamatan anak saya dan juga saya takut akan perkembangan kepribadian yang diwarnai kekerasan, hingga detik ini saat saya menulis sepenggal kisah hidup saya, saya tidak dapat terang – terangan bertemu anak saya, dan apabila saya ketahuan untuk bertemu anak saya di tempat pengasuhnya saya akan dipukulnya ataupun hanya untuk menyakiti hati saya anak saya di marahnya atau di jentik mulutnya apabila tersenyum sama saya, saya hanya bisa melihat di balik pagar apabila berkunjung kerumah istri saya dan anak saya di ajari kalau bapaknya telah mati dan memanggil saya dengan panggilan om, kalaupun saya bisa bersama mereka, dan itupun dalam hal – hal tertentu yang istri saya tidak bisa mengatasi permasalan hidup mereka. Status kami sekarang berpisah dan tinggal menunggu sidang poerceraiann yang sudah berjalan 6 bulanan yang belum putus – putus, dan umur anak saya sudah hampir 2 tahun, dimana kondisi anak saya sangat jauh berbeda dengan waktu kami bersama – sama seperti kekurangan gizi dan berbeban pikiran padahal masih kecil, meskipun nafkah dari saya selalu dipenuhi, saya sangat tertekan dengan keadaan seperti ini ingin marah, marah dengan siapa hanya saya pasrahkan saja denganNYA dimana hanya DIAlah yang selalu melindungi anak saya dimanapun dan dalam kondisi apapun, dan saya berharap semoga saya selalu sehat dan mempunyai rejeki untuk mensupport segala kebutuhan anak saya. Saya hanya sangat kesal kenapa istri saya tidak rela untuk saya menemui anak saya dan merawatnya walaupun itu semua dilakukannya untuk menyakiti hati saya. 

Itulah cerita kehidupan saya dalam berkeluarga, dari tulisan ini saya berharap semoga pasangan – pasangan yang masih mengarungi bahtera rumah tangga selalu menjaga keharmonisan, saling pengertian, saling memaafkan, saling menjaga dan jauhkan segala keegoisan dalam diri kita, dimana ada kebahagiaan disitu ada kedamaian dimana ada persatuan, rintangan sebesar apapun pasti bisa dihadapi bersama. Bagi yang belum menikah dan akan menikah kenali betul kepribadian pasangan kita jangan salah pilih karena akan menjadi dagingmu, jantungmu, hatimu, pikiranmu juga, jangan sampai menyesal kemudian seperti saya ini

No comments:

Post a Comment